Pages - Menu

Wednesday, October 22, 2014

Waktu Yang Tak Ingin Berubah



Waktu tak pernah berhenti, ia selalu berjalan tanpa lelah membersamai kehidupan. Waktu yang telah berlalu menjadi kenangan dalam ingatan manusia dan kenangan yang tertinggal di suatu masa dan tempat bersikeras untuk tetap dijaga, selalu sama, tanpa ada sedikit pun kata berbeda. Dilema kehidupan sosial pun terus berjalan, berbagai polemik di dalamnya pun mengantarkannya pada masa baru yang sangat dinamis. Berubah, berkembang, membaik, dan mungkin memburuk, hal ini terus terjadi berulang kali. Selama manusia berkembang, maka semuanya pun mengikutinya. Tak ada yang sama, tak ada yang benar-benar sama, kalau pun masih ada beberapa masa dan tempat yang ingin tetap dijaga seperti dalam ingatan.
Entah, di suatu tempat yang dalam, ada yang membisikkan, “Tetaplah sama, jangan pernah berubah, seperti saat aku dulu pertama mengenalmu, melihatmu.” Terlebih ketika orang-orang yang menempati ingatan terpenting kita sudah tak ada lagi di dunia ini. Tempat-tempat dan masa-masa yang pernah dilalui bersama, menjadi sesuatu yang tak tergantikan. Saat semuanya berbeda, hanya bisa bertutur pada hati, “Kenapa semuanya begitu cepat berubah? Kamu, ya kamu, tempat yang menjadi saksi kisahku dengannya. Dan semua yang di sekitarmu.”
Meskipun hati ini sudah merelakan kepergiannya, namun tempat yang menjadi kenangan indah itu ingin tetap sama, apa adanya. Terlebih lagi semuanya itu disesaki dengan penyesalan karena janji yang diucap satu sama lain tak pernah terpenuhi. Janji yang terucap beberapa tahun lalu sebelum aku pergi untuk 2 bulan, menjalankan tugas sebagai mahasiswa tahun ketiga, KKN PPM UGM. Janji yang dari awal kuanggap tak seserius dan sedalam kekecewaan, penyesalan yang kutuai di kemudian hari.
Waktu yang tak terlihat oleh mata, tak terdengar oleh hati, siapa sangka hari esok adalah hari yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Hari ketika aku tak bisa mendengar tawa dan amarahnya, hari di mana aku tak bisa melihat senyumnya untuk selamanya. Semuanya tersisa, menempel erat dalam benak dan ingatan. Saat kutatap wajahnya yang menua, tubuhnya yang mulai kaku, aku kehilangan kendali. Entah dari mana datangnya, aku menjerit, menangis seperti anak kecil yang direbut mainannya. Sedari awal, aku tak pernah menyangka akan secepat ini beliau pergi. Aku pikir aku masih memiliki waktu cukup untuk memenuhi janjiku padanya.
Berbagai kesibukan yang menderaku kala itu, membuatku terus menunda janjiku. Padahal permintaannya sangat sederhana, “Lin, besok nginep di sini ya. Tidur bareng simbah, kamu tidur di sini, nanti simbah di sini, di sampingmu.”
Aku pun menjawabnya dengan sedikit candaan, “Apa cukup tempat tidurnya?” Dan kami pun tertawa bersama, sudah lama sekali rasanya aku tak melihat beliau tersenyum lepas seperti itu. Aku mengiyakan saja perminataan beliau, “Besok ya, kalau udah balik KKN.” Sebagai gantinya, aku pun meminta beliau untuk berjanji satu hal padaku, “Mbok, pokoknya kalau aku udah balik KKN, udah harus sembuh ya.” Beliau membalasnya dengan senyum lembut dan mengangguk.
Tapi ternyata, sekali lagi, setelah itu aku menjadi semakin sibuk dengan berbagai kegiatan bahkan sampai harus pergi bolak-balik Yogyakarta-Klaten. Aku hanya sesekali menengok beliau, kadang di rumah, kadang di rumah sakit, ya karena beliau membutuhkan perawatan lebih. Hari itu, 27 September 2011, entah, aku ingin sekali pergi ke rumah sakit, menemani beliau seharian. Namun beberapa laporan penelitian menanti manis di depan laptop, dan ibu pun tidak memberiku ijin untuk ke rumah sakit dengan alasan karena adikku belum pulang, aku pun diminta untuk menunggu di rumah.
Menjelang maghrib, semuanya pun menjadi jelas. Nenekku yang biasa kupanggil Simbok itu pun pergi memenuhi panggilan Sang Kuasa, memulai perjalanan spiritualnya. Andai bisa aku menghentikan waktu, andai waktu itu tetap seperti itu, tak ada yang berubahm penyesalan yang ada pun tak akan sebesar ini, tak sesesak ini. Wahai saudara-saudariku, jika kedua orang tua kalian, baik kakek dan nenek kalian masih ada, luangkanlah waktu untuk mereka. Sesibuk apa pun, sepadat apa pun kegiatan dan amanah kalian, temanilah, berbaktilah pada mereka saat mereka masih ada. Kalian tak akan mendapatkan waktu yang sama seperti saat kalian dulu bersama mereka. Sebelum penyesalan itu memaksa masuk memporak-porandakan hati dan hidup kalian. Have a nice and barokah Wednesday!

No comments:

Post a Comment